Diambil dari mas-aih.blogspot.com
Selamat malam, Tuan Presiden.
Maaf
lancang mengirimimu surat malam ini. Mungkin ini bukan waktu yang
tepat, tapi mengingat kesibukanmu yang begitu padat dari pagi hingga
sore, mungkin hanya malam hari Tuan punya waktu untuk membaca surat saya
ini. Perkenalkan, nama saya Daffa. Salah satu rakyat Tuan dari tanah
pegunungan Sinabung.
Apa kabar, Tuan?
Saya
mendengar Tuan baru saja menyelesaikan buku terbaru Tuan berjudul
Selalu Ada Pilihan. Ah, saya sebagai rakyat tentu sangat bangga
mendengar berita ini. Presiden tercinta kami mampu meluangkan waktunya
yang begitu padat untuk menulis.
Selalu ada pilihan untuk meluangkan waktu, benar 'kan Tuan?
Sebagaimana
selalu ada pilihan untuk peduli atau tidak meluangkan waktu untuk
memikirkan dan menyelamatkan nasib sanak keluarga, kerabat, dan tetangga
saya yang saat ini sedang berkelindan antara lapar dan dingin akibat
mengungsi dari letusan gunung Sinabung sejak September 2013 lalu.
Ah,
tapi Tuan tak perlu khawatir. Di balik kesibukan Tuan untuk merayakan
terbitnya buku baru Tuan, masih banyak yang peduli pada nasib kami. Oh,
tentu bukan dari pemerintah pusat, kami cukup tahu diri untuk tidak
terlalu berharap. Toh jarak antara kantor pemerintah pusat dengan
posko-posko pengungsian kami bermil-mil jauhnya. Mereka adalah
teman-teman kami dari daerah lain, yang kalau mereka tak menyebutkan
bahwa mereka berasal dari daerah di Indonesia juga, kami tak akan
mengira masih ada orang-orang baik di negeri ini.
Tuan Presiden yang saya cintai.
Terima
kasih sudah membuat lagu-lagu baru dari kepadatan waktu yang Tuan
punya. Kami senang sekali mendengar lagu dari album-album lagu yang Tuan
ciptakan. Dengar-dengar, Tuan adalah satu-satunya petinggi negara di
dunia yang mendapat rekor sebagai presiden yang memiliki album
terbanyak. Sungguh prestasi yang membanggakan. Dengan lirik yang lembut
dan sarat inspirasi dari lagu-lagu yang Tuan ciptakan, begitu dalam
memupuk semangat kami. Salah satunya penggalan lirik dari lagu yang Tuan
ciptakan berjudul Ku Yakin Sampai Di Sana.
"Seribu jalan menuju roma.
Entahlah mana yang paling baik.
Ada begitu banyak pilihan.
Engkaulah yang akan menentukan."
Ke mana pun tujuannya, pada akhirnya engkaulah yang menentukan jalan mana yang akan kau pilih, benar 'kan Tuan?
Ah,
mungkin inilah jalan yang Tuan pilih, mengabaikan kami yang meronta,
membiarkan kami terpuruk dalam aniaya dan nestapa. Demi tujuan yang
hanya Tuan tahu. Mungkin tak ingin pusing, atau masih ada kepentingan
lain yang lebih menguntungkan. Ah, entahlah. Hanya Tuan yang tahu. Saya
tak ingin banyak berasumsi dan berspekulasi. Tapi sampai detik ini, yang
saya tahu adalah Tuan belum juga mengumumkan bencana yang kami alami
sebagai bencana nasional. Alih-alih mengirimkan bala bantuan dari pusat
ke posko-posko kami, Tuan lebih memilih untuk mengundang kolega-kolega
penting yang Tuan miliki untuk hadir ke peluncuran buku Tuan di Jakarta
Convention Center (JCC). Apalah artinya nasib kami dibanding maha karya
Tuan yang menggugah itu.
Tapi,
Tuan Presiden yang saya hormati. Tak perlulah repot-repot mengirimkan
buku-buku itu ke sini. Saya khawatir buku Tuan hanya sekadar tergeletak
tak terbaca. Menjadi alas bagi tidur kami, atau bahkan kertas-kertasnya
digunakan sebagai pembersih dari debu-debu yang melekat di wajah kami.
Cukuplah Tuan persembahkan maha karya itu kepada orang-orang yang
membutuhkan. Sebab yang kami butuhkan sekarang ini lebih dari sekadar
buku setebal 824 halaman itu. Yaitu tempat yang layak, pasokan makanan,
pakaian-pakaian, obat-obatan, dan selimut yang membantu menghangatkan
kami saat malam menyergap kami dengan dingin yang paling gigil.
Tapi,
duhai Tuan Presiden yang saya sayangi. Bila benar Tuan begitu sibuk
dengan kegiatan Tuan, hingga tak sempat menengok kami, cukuplah Tuan
lanjutkan setiap aktivitas Tuan itu. Saya tak ingin menambah beban Tuan
untuk memikirkan kebaikan negeri Indonesia tercinta ini. Toh selain
Tuan, masih banyak yang lebih peduli dengan nasib kami. Saya dan kerabat
di sini sungguh terharu dengan saudara-saudara kami yang begitu setia
meluangkan waktu, tenaga, dan hartanya demi untuk menyelamatkan kami.
Bahkan saya menangis saat tahu rakyat Indonesia serempak berdoa untuk
kebaikan kami di sini. Jadi tak perlu khawatir, tenang saja. Duduklah
dengan santai sambil memegang gitar Tuan, lalu menyanyikan
tembang-tembang lagu yang Tuan ciptakan sendiri. Kami bahagia melihat
Tuan bahagia.
Tuan
Presiden, di akhir surat ini, saya ingin menyampaikan salam dari orang
tua saya untuk Tuan. Beliau titip pesan, agar Tuan selalu menjaga
kesehatan dan keselamatan diri Tuan beserta keluarga. Semoga Tuan tak
sampai merasakan penderitaan seperti yang kami rasakan. Karena sungguh,
Tuan, betapa hidup terombang-ambing dalam ketidakjelasan nasib sangat
menyengsarakan.
Salam hormat dari saya.
Daffa, seseorang yang berarti kuat dari namanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar