Minggu, 25 Mei 2014

Karena Setelah Hujan Akan Ada Pelangi



Ketika tak seorang  pun  mampu mengerti keinginanmu tanpa diberitahu, ketika seseorang yang dianggap dekat denganmu malah menjauhimu, ketika dunia berbalik menertawakan kesendirianmu, saat itu lah kau paham bahwa tak ada yang lebih baik daripada menarik diri dari semua untuk sejenak menghilang dan menjauh pergi mencoba mengutkan hati lalu kembali.
Terkadang kau mengandalkan sesorang untuk selalu ada disisimu, tapi sering kali kau kecewa karena dia tak bisa memenuhi keinginanmu.
Saat dunia seolah menjauhiku, saat seseorang yang aku harap mengerti perasaanku, saat dikucilkan, saat semua melebur menjadi satu dan menghancurkanm,  kau juga punya kekuatan untuk berbalik menyerang. Percayalah, Tuhan tau kekuatanmu. Makanya Dia mengujimu untuk melihat cukup pantaskah dia memilihmu untuk melewati tantangan ini.
Untuk orang orang yang mengecewakanmu, katakan pada mereka bahwa kau lebih baik dari mereka dengan menunjukkan kelebihanmu. Ketika kau ditinggalkan dan hanya smartphone yang menjadi teman setia, percayalah bahwa itu lebih baik daripada di dengarkan lalu di tertawakan. Ketika kata tak bisa keluar dari pita suaramu, ambillah pulpen dan goreskan tinta diatas kertas untuk mewakili isi hatimu. Seperti aku yang tak bisa bercerita kepada siapa siapa karena sering kali dikecewakan. Aku lebih memilih bercerita kepada kertas yang nyata menyimpan goresan goresan hatiku dan ku tahu dia tak pernah mengecewakanku.
Ketika tak seorangpun mampu membuat hatimu nyaman dan menenangkan, pergilah ketempat dimana hanya ada kamu dan suara angin yang berhembus. Duduklah dimana hatimu meminta, tutup matamu dan dengarkan suara-suara alam, biarkan dia meleburkan jiwamu dalam belaiannya. Dan renungkan apa yang ingin engkau renungkan. Pergilah kemana jiwa membawamu dan ketika esok engkau terbangun, kau sadar bahwa ada jiwa baru yang merasuk ke hatimu dan menjadikan hidupmu kembali berwarna. Karena setelah hujan, pasti akan ada pelangi.  

Minggu, 20 April 2014

Saya Rindu Kamu



Saya sedang tidak bergurau jika mengatakan bahwa saya merindukanmu. Saya pernah bilang bahwa kau mudah sekali dirindukan, bukan? Akhir-akhir ini, kau datang lebih sering ke dalam kepala saya. Terkadang menjelma cerita, lagu-lagu, film, atau bahkan gambar-gambar yang memunculkan kelakuan-kelakuan konyol tentang kita dahulu. Apa kau ingat? Di suatu sore yang basah, kita pernah pergi ke suatu tempat yang bersuhu rendah, saat itu kita basah kuyup akibat mengendarai motor di tengah hujan yang membuat tubuh kita begitu kedinginan. Tanpa rasa bersalah, kita lantas duduk di bangku yang ada di kedai tersebut hanya sekedar untuk mengeringkan dan menghangatkan tubuh masing-masing. Memesan coklat panas lalu meminumnya dengan sangat lahap. Tak mempedulikan mata-mata yang sinis melihat kita yang mengotori lantai kedai cokelat. Sampai pada tegukan terakhir, kau melihat seseorang yang kau bilang Ia adalah kakakmu, kau meminta kita untuk tidak berlama-lama di sana. Takut dilihat kakakku, —katamu. Lalu dengan masih terheran, saya menuruti perintahmu untuk tidak berlama-lama disana. Saya hanya diam tak mengerti mengapa kita tidak boleh berlama lama disana. Padahal kau tahu seberapa cinta saya dengan aroma cokelat. Lalu perlahan saya mengerti mengapa kau mengajak saya untuk segera pergi dari kedai tersebut. Kau pernah bercerita tentang kakakmu yang selalu memarahimu jika kau ketahuan sedang memakan cokelat. Takut gigimu ompong, —katanya. Ah, kakakmu begitu menyayangimu, bahkan Ia begitu memperhatikan kesehatanmu. Ia masih memperlakukanmu seperti dulu saat kau masih kecil. Padahal kita semua tahu kau sudah tumbuh menjadi seorang lelaki dewasa yang sudah tidak sepantasnya dilarang memakan cokelat dengan ancaman gigi ompong lagi. Lalu kita keluar dari kedai itu dan setelahnya hanya ada kita yang tertawa menceritakan kembali hal itu semua.

Apa kau ingat?

Rindu begitu mudah mengundang kenangan. Suatu kali tertawa mengingatnya, setelahnya hanya ada dada yang getir mengetahui bahwa hal itu tak dapat terulang kembali. Lalu kemudian, —tanpa bisa menahan— rindu menjelma awan yang mengantarkan hujan ke dalam mataku. Mencipta bulir-bulir bening yang jatuh satu per satu. Membentuk dua aliran sungai yang membasahi pipi. Menguarkan aroma cemas yang menyesaki pernapasan. Hingga tersengal dalam resah tak berkesudahan.

Saya sedang berada di sini sekarang. Di satu tempat di mana kita pernah membelah sore yang basah disebuah kedai cokelat. Menikmati sisa sore membenam sendirian. Pada waktu dan tempat yang sama di hari kita bersama dahulu.


Maafkan saya yang membiarkanmu pergi begitu saja, melepaskanmu dengan begitu mudahnya.
Saya merindukanmu. —lagi

Rabu, 12 Februari 2014

Surat Untuk Ibu



Assalamu’alaikum Ibu ..

Bagaimana kabar Ibu? Anakmu rindu. Ibu, selama saya meratau ditempat ini untuk menjalankan peran menjadi Mahasiswi, banyak sekali pengalaman yang saya dapat bu. Banyak sekali yang saya ingin ceritakan kepada Ibu. Maaf bu, tapi ini bukan tentang bagaimana saya menjalankan peran sebagai Mahasiswi di masa perkuliahan. Lebih tepatnya tentang bagaimana saya menjalani hidup di perantauan. 

Ibu, benar sepeti apa yang pernah Ibu katakan kepadaku. Hidup di perantauan memang susah. Begitupun yang saya rasakan saat ini bu. Ibu, banyak sekali masalah yang saya hadapi disini bu. Saya benar-benar ingin menceritakannya kepada ibu.

Jadi begini bu, setiap orang memang memiliki hak nya masing-masing. Begitupun saya. Mungkin keputusan ibu untuk menyatukan saya dengan perempuan itu bagi Ibu adalah keputusan yang baik. Tapi tidak untuk saya bu. Saya tidak suka perempuan itu bu. Iya, dia memang teman masa kecil saya bu. Tapi dia berubah. Dia tidak sebaik dulu. 

Setengah tahun sudah saya tinggal bersama dia. Semakin lama saya tinggal bersamanya semakin tahu saya akan semua sifat dia bu. Saya tidak suka dia, Ibu. Angan-angan saya tentang hidup bersamanya yang saya kira akan indah ternyata tidak seindah yang saya bayangkan bu. Dia manja, egois, keras kepala, semaunya sendiri. Mungkin sudah ada beberapa cerita yang pernah saya ceritakan kepada ibu tentang dia. Tentang perempuan itu. Tentang bagaimana sikap dia terhadap saya dan bagaimana dia memperlakukan saya. Tidak perlu saya menceritakan ulang lagi bagaimana kisahnya. Ibu pasti tahu kisahnya dan siapa perempuan yang saya maksud itu kan bu? Iya, dia bu. Saya tidak perlu menyebutkan namanya kan bu? Saya yakin Ibu tahu.

Ibu, harus berapa lama lagi saya sabar menghadapinya bu? Apakah saya harus terus berbesar sabar? Apakah saya harus tetap diam dan menjalani serta menerima semuanya begitu saja tanpa perlawanan? Saya lelah, bu. Bagaimana menurut Ibu? Apa yang harus saya lakukan, bu?  

Wassalamu’alaikum, Ibu.
Anakmu yang selalu mencintaimu.

Minggu, 09 Februari 2014

True Story: Kisah Sebuah Puisi


Jadi begini, saya akan bercerita sedikit tentang sebuah puisi untuk kalian. Entahlah, saya sendiri tak tahu puisi macam apa yang saya buat. Mungkin bisa disebut puisi tentang perpisahan, kehilangan, kenangan, atau pun kebahagiaan. Yang saya tahu, puisi ini mampu meluluhkan hati seorang pria tepat di hari ulang tahunnya. Iya, bukan Pria yang saya cinta tentunya. Bahkan sebenarnya ini bukan kisah percintaan saya.
Begini ceritanya ...
Setiap orang di dunia ini pasti memiliki saat dimana mereka merasa teramat terpuruk. Bahkan untuk melihat Matahari terbit pun teramat suntuk. Iya, saya sedang berada di posisi ini; saat ini. Saat dimana saya di tinggal pergi oleh kekasih hati. Tidak, saya tidak akan menceritakan bagaimana kejadian ini bisa terjadi. Terlalu sakit untuk di ingat lagi. Baiklah, ini sudah melenceng terlalu jauh dari topik yang saya buat di awal cerita tadi. Tenang, saya pasti akan melanjutkan ceritanya kembali.
Kalian tahu? Setiap orang bisa berubah 180° dari biasanya ketika Ia sedang berada dalam suatu kondisi dimana ia sedang merasakan jatuh cinta ataupun patah hati. Begitulah sahabat saya. Ia menyayangi kekasihnya, teramat menyayanginya. Orang yang selama 3 tahun ini dengan setia selalu menemaninya bagaimanapun kondisi dan keadaannya.
Tepat 2 minggu lagi kekasihnya genap berumur 18 tahun (waktu itu kita masih berumur 17 tahun). Ia mulai sibuk menentukan strategi  apa  yang cocok untuk kekasihnya itu. Lucu memang, haruskah kita serumit itu mempersiapkan semuanya? Bukankah hadiah paling indah itu adalah doa? Tak apa, biarlah sahabatku melakukannya.
Banyak sekali ide yang bermunculan di dalam otaknya untuk melakukan berbagai hal, tapi Ia sadar ia tidak akan berhasil jika melakukannya sendiri. Sampai suatu saat ia meminta saya untuk melakukan sesuatu. Sahabat saya memang bukan tipe orang yang romantis, bahkan bisa dibilang dia adalah tipe orang yang cuek akan suatu hal. Maka dari itu Ia meminta saya untuk membantunya merangkai sebuah puisi. Aneh, tapi saya rasa ide ini cukup bagus. Maka dengan senang hati saya melakukannya.

Aku hidup tuk menemanimu
Aku datang karna rindukanmu

Semua tawa ...
Untuk bahagiakan dirimu

Aku bertahan hanya untukmu
Aku diam redakan marahmu
Semua tawa ...
Untuk bahagiakan dirimu, dirimu

Takkan ku lupakan kenangan kita
Yang selama ini terukir begitu indahnya
Tak banyak kata yang mampu ku ucapkan
Padamu kupercayakan ..
Hati ini


Kurang lebih seperti itu puisi yang saya buat. Tidak terlalu bagus memang, tapi sahabat saya menyukainya. Ajaibnya, sahabat saya yang lain mampu mengubah sebuah puisi yang saya buat tadi menjadi sebuah lagu. Keren. Kebetulan, sahabat saya ini lumayan pintar di bidang musik dan tarik suara. Jadi sangat mudah baginya untuk mengubah sebuah puisi menjadi lagu hanya dalam waktu satu hari. Benar-benar paket lengkap!

Seiring berjalannya waktu, hari ulang tahun kekasih sahabat saya ini pun hampir tiba. Gugup? Sedikit. Dengan hanya di bekali sebuah gitar dan  kamera SLR milik sahabat saya yang lain lagi, sahabat saya yang kekasihnya akan bertambah umur itu pun rekaman. Seadanya memang, tapi inilah yang dinamakan perjuangan.

Hari itu pun tiba. Entah apa yang dirasakan sahabat saya itu tapi setidaknya dia sudah berusaha. Apapun hasilnya nanti. Dan ajaibnya, kekasih sahabat saya begitu menyukainya. Bahkan ia berulang kali memutar hasil rekaman yang kami buat bersama sama itu. Hebat. Suara sahabat saya mampu menggetarkan hati kekasihnya untuk kesekian kalinya. Memang, ia memiliki suara yang begitu unik. Jelek? Tidak, suara dia unik. Dia jarang menyanyikan sebuah lagu tanpa falseto. Bahkan hampir setiap lagu yang Ia nyanyikan selalu memakai nada falseto. Saya sendiri tidak pernah bisa mengikuti nada yang Ia ambil ketika saya sedang bernyanyi bersamanya. Secara dalam klub paduan suara pun suara saya di tempatkan di nada Alto, mana mungkin saya dapat menyamakan suara saya dengannya?

Mungkin segitu saja cerita saya mengenai puisi kali ini. Lain waktu, saya akan menceritakan beberapa kisah lain lagi. Terima kasih kepada kalian yang sudah berkenan untuk membacanya. Cerita ini merupakan kisah nyata ketika saya masih berada di bangku SMA. Terima kasih juga untuk sahabat sahabat saya. Maaf, saya menceritakan kisah ini tanpa seizin kalian sebelumnya. Saya harap kalian tidak keberatan jika saya menceritakannya.





*ps: Alhamdulillah, lagu diatas sudah masuk dapur rekaman. Tetapi maaf, hanya untuk konsumsi kami pribadi. Hehe. Aneh ya?

Jumat, 07 Februari 2014

Mengais Masa Lalu




Kamu selalu mengajariku mengais ngais masa lalu
Memaksa ku untuk kembali menyentuh kenangan

Terdampar dalam bayang bayang
yang kau gurat secara sengaja
Seakan-akan sosokmu nyata

Menjelma menjadi pahlawan kesiangan
Yang merusak kebahagiaan

Dalam kenangan kau seret aku perlahan
Menuju masa yang harusnya aku lupakan        

Hingga aku kelelahan
Hingga aku sadar bahwa aku sedang di permainkan...

Inikah caramu menyakiti ku?
Inikah caramu mencabik-cabik perasaanku?

Apakah dengan melihat tangis ku itu
berarti bahagia buat mu?
Apakah dengan meenorehkan luka di hatiku?

Berarti kemenangan bagimu....
Siapa aku di matamu?
Hingga begitu sulit kau lepaskan aku dari jeratanmu...
Apakah boneka kecil mu ini dilarang untuk bahagia?
Apakah wayang yang sering kau
mainkan ini dilarang mencari kebebasan?
Mengapa kau sering memperlakukanku seperti mainan?

Kapan kau ajari aku kebebasan?
Ajari aku caranya melupakan...

Meniadakan segala kecemasan
Meniadakan segala kenangan

Nyatanya derai air mataku hanya di sebabkan olehmu
  
Ajari akau caranya melupakan
Sehingga aku lupa caranya menangis
Sehingga aku lupa caranya meratap
Karena aku selalu kenal air mata

Aku hanya ingin tertawa
Sehingga hati aku mati rasa akan luka..